Nyoo Kim Bie..Indonesian 1958 Thomas Cup Legend passed away

Discussion in 'Professional Players' started by bh185008, Jan 8, 2008.

  1. bh185008

    bh185008 Regular Member

    Joined:
    Jan 2, 2006
    Messages:
    147
    Likes Received:
    0
    Location:
    Sydney, Australia
    This is so sad, I used to see him eveytime i went back to Indonesia and played at PB Suryanaga :crying:..Rest in Peace Om Nyoo....your dedication and courage to badminton will never be forgotten......

    Njoo Kiem Bie, Berpulang Setengah Abad setelah Persembahkan Piala Thomas

    Sakit Mengigau Bulu Tangkis, Meninggal Berjas PBSI
    Legenda bulu tangkis Indonesia kelahiran Surabaya, Njoo Kiem Bie, meninggal dunia. Sampai setelah merayakan ultah ke-80, dia masih aktif melatih. Bahkan, dia jatuh sakit saat membina para junior di lapangan bulu tangkis.
    LUCKY NUR HIDAYAT, Surabaya
    FIRASAT itu datang sekitar dua minggu lalu. Di tengah menjalani perawatan di RS Katolik RKZ Surabaya, Kim Bie, panggilan akrab pria yang juga bernama Koesbianto Setiadharma Atmaja itu, tiba-tiba meminta keluarganya menyiapkan jas kesayangan.
    Sebetulnya dia punya banyak jas. Tapi, dia memilih dibawakan jas cokelat dengan logo PBSI (Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia) di dada kiri. Jas itu pulalah yang akhirnya mengantar kepergian pahlawan Piala Thomas 1958 tersebut menghadap Sang Khalik.
    Sebagai wujud penghargaan atas pengabdian dan kecintaannya pada olahraga bulung tangkis di tanah air, sebuah raket ditaruh dekat paha kanan di peti matinya. Raket itulah yang dipakai saat terakhir bermain dan melatih para anak asuhnya.
    Isak tangis keluarga mengiringi kedatangan jenazah almarhum di ruang 28 tempat persemayaman Adi Jasa, Demak, Surabaya, kemarin. Tak lama kemudian, jenazah pria kelahiran 17 September 1927 yang masih tampak tegap dengan postur tinggi (183 sentimeter) besar itu dimasukkan ke dalam peti putih.
    Ikut menyaksikan prosesi itu, dua putrinya, Lucia Setiadharma Atmaja, 58, dan Maria Setiadharma Atmaja, 56. "Kami sangat menghormati beliau di atas segalanya," kata Lucia, anak tertua, buah perkawinan Kim Bie dengan mendiang Sisca Ling.
    Lucia mengaku terkesan dengan ayahnya yang sampai akhir hayatnya masih sangat bersemangat dan concern terhadap bulu tangkis. Hampir seluruh tenaga dan pikirannya tercurah ke bulu tangkis.
    "Semangatnya masih sangat menggebu-gebu kalau bicara bulu tangkis. Papa diserang sakit pembengkakan pembuluh darah sejak tiga tahun lalu. Tapi, beliau tetap ingin berada di lapangan bulu tangkis," terang Lucia.
    Semangat itu pun tidak berkurang saat ibunda Lucia (istri Kim Bie), Sisca Ling, berjuang melawan kanker payudara tahun lalu. Sejak istrinya menjalani rawat inap di RKZ, di sela-sela kesibukannya melatih, saban hari Kiem Bie menyempatkan diri membesuk pada pagi dan sore.
    Sebenarnya, lanjut Lucia, Kim Bie ingin menemani istrinya di rumah sakit. Namun, kondisinya tidak memungkinkan (karena kesibukan Kim Bie di bulu tangkis). "Karena itu, kami meyakinkan bahwa kondisi Mama akan baik-baik saja," imbuh Lucia.
    Saat istrinya sakit, anggota Dewan Pakar PB PBSI 2006-2007 itu tak henti-hentinya memberi semangat agar Sisca bertahan hidup. Namun, keadaan berkata lain. Belahan jiwa Kiem Bie itu dipanggil oleh Yang Kuasa pada 18 Mei 2007.
    Meninggalnya sang istri membuat kondisi Kiem Bie mulai menurun. Tak bisa dimungkuri, wanita yang telah 62 tahun menemaninya itu merupakan sumber semangat hidup Kiem Bie.
    Saat kesehatannya diperiksa, dia dinyatakan komplikasi dengan gejala menderita pengerasan hati. Namun, penyakit itu tak mengendurkan semangatnya melatih anak-anak asuhnya, kategori kelompok umur di GOR Suryanaga dan GOR Kesehatan di Ngagel Jaya, Surabaya.
    Namun, kepergian sang istri mengganggu konsentrasinya. "Dia selalu menangis saat ingat Ny Sisca. Kami sudah mencoba menghibur. Namun, itu hanya bisa membuatnya gembira sekitar satu jam. Setelah itu beliau kembali bersedih," kata Jacob Rusdianto, anak didik sekaligus rekan Kiem Bie, sebagai pelatih.
    Namun, Jacob juga kagum dengan semangat bapak empat cucu dan lima cicit itu bila berbicara tentang kejuaraan bulu tangkis. Dia, misalnya, masih menyempatkan diri menyaksikan beberapa pertandingan, termasuk di luar kota. Terakhir, dia mendampingi PB Suryanaga di final kelompok pria Superliga Badminton Indonesia (SBI) pada 1 Juli 2007 di Jakarta.
    Puncaknya, pada Oktober 2007, sebulan setelah merayakan ultah ke-80, Kim Bie terjatuh saat melatih anak-anak asuhnya di GOR Kesehatan Surabaya. "Saat itu, kami sebenarnya sudah tak mengizinkan Papa untuk melatih," katanya.
    Tapi, Kiem Bie, ternyata, tak habis akal. Dia pamit pergi dan beralasan hanya ingin melihat-lihat anak asuhnya. "Akhirnya, beliau mengaku terjatuh saat melatih anak-anak gerakan stroke. Akibat jatuh itu, dua giginya tanggal. Sel darah merahnya juga turun drastis," kata Lucia.
    Dokter langsung memutuskan untuk tranfusi tujuh kantong darah. Setelah itu, Kiem Bie langganan keluar masuk rumah sakit. Dia akhirnya dinyatakan meninggal di RKZ, Surabaya, Senin (7/1) pada pukul 23.45. Rencananya, jenazahnya dimakamkan pada Sabtu (12/1) pukul 09.00 WIB di Pemakakaman Eka Praya, Kembang Kuning, Surabaya.
    Seperti sang kakak, Maria -adik Lucia- juga mengaku sangat mengidolakan sosok Kiem Bie. Walaupun berkarakter keras, sang ayah selalu memegang teguh prinsip bertanggung jawab kepada keluarga.
    Ketika diopname di RKZ, Kim Bie beberapa kali minta kepada dokter untuk pulang. Bahkan, dia menyatakan ingin mendampingi Jatim bertanding di PON XVII di Kaltim pada Juli mendatang. "Saat sakit, beliau menggigau tentang bulu tangkis. Beberapa kali dia menyebut nama anak didiknya dengan beberapa instruksi," katanya sembari terisak.
    Sayang, bakat luar biasa Kiem Bie di dunia bulu tangkis tidak diwariskan kepada kedua keturunannya. Sebab, sang ayah memang sangat demokratis. "Papa tidak pernah memaksa kami untuk bermain bulu tangkis," tutur Maria.
    Jacob Rusdianto, ketua Bidang Organisasi dan Pembinaan Daerah PB PBSI, mengatakan, Kim Bie selalu bangga jika Merah Putih berkibar dan lagu Indonesia Raya diperdengarkan. Bersama pasangannya, Tan King Gwan, Kim Bie berperan memboyong Piala Thomas untuk kali pertama ke Indonesia pada 1958. Prestasi itu diulang dengan mempertahankan Piala Thomas pada 1961.
    Gelar Juara Malaysia Open (1959-1963), Indonesia Open (1959-1963) juga pernah direngkuhnya saat kejuaaraan bulu tangkis tidak sebanyak seperti sekarang. Sebagai pelatih, dia juga sukses memoles para juara dunia, All England, Piala Thomas dan Uber, seperti Mulyadi, Minarti Timur, Rudi Hartono, Alan Budikusuma, Lilik Sudarwati, dan Sony Dwi Kuncoro.
    Menurut Jacob, setiap orang yang pernah dilatihnya akan terkesan pada kedisiplinannya. Salah satu yang dikenang adalah Kim Bie selalu datang setengah jam sebebelum latihan dimulai. "Hanya satu obsesinya yang belum terlaksana. Beliau ingin Piala Thomas dan Uber kembali ke tangan Indonesia," ujarnya.
    Pendeta Hendrawan saat upacara perkabungan kemarin mengatakan, kepergian Kim Bie yang hampir bertepatan dengan 50 tahun setelah mempersembahkan Piala Thomas itu merupakan jalan menuju kesempurnaan. Menurut Hendrawan, Kiem Bie bukan manusia biasa. Dia adalah pahlawan bagi keluarga dan bangsa Indonesia. Pahlawan yang membuat Indonesia dihargai di mata dunia saat membawa pulang Piala Thomas kali pertama.
    "Meski begitu, beliau tidak pernah minta dirinya dihormati. Semua orang Indonesia patut berbangga kepadanya," kata Hendrawan.
    Suatu hari, ketika kondisi Kiem Bie kritis, Hendrawan bertanya apakah dirinya (Kim Bie) siap jika suatu saat bertemu Tuhan Yesus. Saat itu, Kim Bie menyatakan siap. "Ini adalah jalan terbaik. Mendiang telah dibebaskan dari rasa sakit dan segala yang membelenggunya. Kita harus merelakannya," ungkap Hendrawan.
    Selamat jalan Kiem Bie. Semoga suatu saat Piala Thomas dan Uber kembali ke Indonesia seperti impianmu.
     
  2. ctjcad

    ctjcad Regular Member

    Joined:
    Sep 27, 2004
    Messages:
    19,083
    Likes Received:
    6
    Location:
    u.s.a.
    I think..

    ..our Krisna and fabcargo can give a bit more insights to this story:cool:...Rest in peace Mr. Njoo
    *Thanks for sharing the news, bh185008
     
  3. cooler

    cooler Regular Member

    Joined:
    Apr 25, 2002
    Messages:
    21,811
    Likes Received:
    23
    Occupation:
    Surfing, reading fan mails:D, Dilithium Crystal hu
    Location:
    Basement Boiler Room
    Where's fabcargo these days?
     
  4. bh185008

    bh185008 Regular Member

    Joined:
    Jan 2, 2006
    Messages:
    147
    Likes Received:
    0
    Location:
    Sydney, Australia
    Last Photo..

    Here is one of his last picture
    [​IMG]
     
  5. Pemuda

    Pemuda Regular Member

    Joined:
    May 10, 2007
    Messages:
    3,096
    Likes Received:
    2
    Location:
    Trg
    RIP

    My condolences to his family and relatives
     
  6. CLELY

    CLELY Regular Member

    Joined:
    Mar 21, 2006
    Messages:
    13,780
    Likes Received:
    4,673
    Location:
    Jkt-Indo
  7. babonimut

    babonimut Regular Member

    Joined:
    Jul 31, 2005
    Messages:
    195
    Likes Received:
    1
    Location:
    Singapore
    Translated by babonimut
    Source: Thread starter (bh185008)

    Njoo Kiem Bie, passed away half a century after presenting Thomas Cup

    While falling ill halucinating about badminton, when passed away - dressed in PBSI suit

    Indonesian badminton legend born in Surabaya, Njoo Kiem Bie, passed away. He was still actively coaching even after celebrating his 80th birthday. Even more to the extent he fell ill while coaching junior players on court.
    LUCKY NUR HIDAYAT, Surabaya.
    The strange feeling came about 2 weekd ago. While undergoing medical treatment at RKZ Catholic hospital Surabaya, Kim Bie (affectionate name of a man called Koesbianto Setiadharma Atmaja) suddenly requested his family to prepare his favourite suit.
    Actually, he got a lot of suits. But, he requested for a brown suit with PBSI (Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia) logo attached on the left hand pocket of the suit. That same suit eventually accompanied the passing of 1958 Thomas Cup hero to meet God Almighty.

    As a form of appreciation for his dedication and love for badminton in Indonesia, a racket was placed near his right thigh in his casket. That racket was the last racket he used while playing and coaching his trainees.
    His deep grief family overshadowed the arrival of his body at room 28 Adi Jasa Wake, Demak, Surabaya, yesterday. Soon after, the body of man born 17th September 1927 which looked sturdy with high posture (183 cm) was then placed in a white casket.
    His 2 daughters, Lucia Setiadharma Atmaja, 58, and Maria Setiadharma Atmaja, 56, witnessed the whole procession. "We highly respect him above all," said Lucia, the eldest, the daughter from the marriage of Kim Bie and the late Sisca Ling.
    Lucia admitted impressed with his father who was still much spirited and concerned towards badminton in his dying days. Almost all his energy and mind was concentrated on badminton.
    "His spirit was still enthusiastic when he talked about badminton. Daddy suffered swelling of blood vessels 3 years ago. But, he still wanted to be on badminton court," explained Lucia.

    That spirit did not fade away even when Lucia's mother (Kim Bie's wife), Sisca Ling, struggled with breast cancer last year. Since his wife was hospitalised at RKZ, Kiem Bie always kept his wife company every morning and afternoon - juggling between his hectic coaching schedule.
    Actually, added Lucia, Kiem Bie wanted to accompany his wife whole day at the hospital. However, his condition did not permit because of his hectic schedule in badminton. "Because of that, we convinced him that mum was going to be just fine," recalled Lucia.

    When his wife was ill, Kiem Bie, a member of PB PBSI's expert council during the years 2006-2007, never failed to spur his wife to keep on fighting. However, her worsening condition told a different story. She passed away on 18 May 2007.
    His wife passing caused his condition to decline. Without any doubt, the woman who had faithfully accompanied him was his sole source of life motivation.
    While undergoing medical examinations, he was found to have a complication with symptons of liver hardening. But the disease did not affect his motivation to coach his trainees, age group category in Suryanaga Sports Hall and Kesehatan Sports hall at Ngagel Jaya, Surabaya.
    But, his wife passing disturbed his concentration. "He always cried when he remembered Ms.Sisca. We have tried to console him, but it only made him happy about an hour. After that he was back grieving again," said Jacob Rusdianto, a former apprentice and colleague of Kiem Bie as a coach.
    However, Jacob was also impressed with the high motivation of father of 4 grandchildren and 5 grand-grandchildren when he talked about badminton tournaments. He, for instance, still took time to watch several tournaments, including the ones held on outside town. he lastly accompanied PB Suryanaga at the finals of men's category of Indonesian Badminton Super League on 1 July 2007 in Jakarta.
    Ultimately, during October 2007, a month after celebrating his 80th birthday, Kiem Bie fell down while coaching his trainees at Kesehatan Sports Hall Surabaya. "At that time, we actually had not permitted him to continue coaching," said he.

    But, Kiem Bie in fact did not run out of idea. He asked to go and reasoned that he only wanted to see his trainees. "At last he admitted fall down while coaching his trainees on stroke movement. Because of that fall, he lost 2 teeth. His red blood cells counts also dropped drastically," said Lucia.

    Doctor immediately decided to carry out blood transfusion that required 7 blood packs. After that, Kiem Bie always went in and out of hospital. He was eventually pronounced dead at RKZ, Surabaya, Monday (7 Jan 2008) at 2345 hrs. According to planned schedule, his body would be buried on Saturday (12 Jan 2008) at 0900 hrs (Western Indonesian Time) at Eka Praya Burial ground, Kembang Kuning, Surabaya.

    Just like her eldest sister, Maria - Lucia's sister - also admitted highly idolised Kiem Bie's personality. Regardless of his stern character, he always held on to the principle of responsibility towards family.

    When he was still hospitalised at RKZ, Kiem Bie always requested many many times for the doctor to let him go home. He even stated that he wanted to acommpany East Java contigency to play in PON XVII at East Kalimantan in the coming July. "when he was ill, he always hallucinated about badminton. There were several times he mentioned the name of his trainees with some instructions," said he while trying to hold back tears.

    It was a pity that Kiem Bie's talents in the world of badminton was not inherited to his children, because he was very democratic. "Daddy never forced us to play badminton," said Maria.
    Jacob Rusdianto, PB PBSI's chief of organisation and local development sector, said Kiem Bie was always proud if Red White flag flew high and Indonesia Raya anthem was sung. Together with his partner, Tan King Gwan, Kiem Bie was one of key players who won Thomas Cup for the first time for Indonesia in 1958. The success was repeated when Indonesia retained Thomas Cup in 1961.

    He also won Malaysia Open (1959-1963) and Indonesia Open (1959-1963) during those times when the number of tournaments were scarce unlike today. As a coach, he was also successful in moulding world champions, All England, Thomas & Uber Cup champions, like Mulyadi, Minarti Timur, Rudi Hartono, Alan Budikusuma, Lilik Sudarwati, and Sony Dwi Kuncoro.
    According to Jacob, every player who was coached by Kiem Bie was impressed with his level of discipline. One of the memory well remembered was Kiem Bie always came half an hour before training commenced. "Only one of his obsession left unfulfilled. He always wanted Thomas Cup and Uber Cup to return to Indonesia," said he.

    Reverend Hendrawan said yesterday at the funeral service that the passing of Kiem Bie almost coincided with 50 years after presenting Thomas Cup - was a way towards perfectness. According to hendrawan, Kiem Bie was an extraordinary man. He was a hero for his family and people of Indonesia. A hero that made Indonesia appreciated in the eyes of international world when bringing home Thomas Cup for the first time for Indonesia.

    "Even so, he never asked for any form of respect or appreciation. Every Indonesian should be proud of him," said hendrawan. One day, when Kiem Bie's condition was critical, Hendrawan asked him whether he was ready to meet Lord Jesus one day. At that time Kiem Bie answered yes. "This was the best way. He was finally released from physical sufferings and all things that bound him. We must let him go in peace," revealed Hendrawan. Good bye, Kiem Bie. May one day Thomas and Uber Cup return once again to Indonesia just like what you have dreamt.
     
  8. ctjcad

    ctjcad Regular Member

    Joined:
    Sep 27, 2004
    Messages:
    19,083
    Likes Received:
    6
    Location:
    u.s.a.
    ^^Thanks much for doing the translation..^^

    ..for us all, babonimut!:):cool:..
     
  9. bh185008

    bh185008 Regular Member

    Joined:
    Jan 2, 2006
    Messages:
    147
    Likes Received:
    0
    Location:
    Sydney, Australia
    Thank you for the transalation

    Many thanks to you Babonimut...
     
  10. fishyjojo

    fishyjojo Regular Member

    Joined:
    Jul 1, 2007
    Messages:
    62
    Likes Received:
    0
    Location:
    Philippines
    almost made me cry.
    he's in heaven now with the Lord Jesus, rejoicing and free from the physical hardships he had to endure. :)
    thanks so much for the translation, babonimut.
     
  11. badMania

    badMania Regular Member

    Joined:
    Jul 3, 2005
    Messages:
    18,925
    Likes Received:
    269
    Location:
    Hong Kong
    RIP. We need more people like him in PBSI and Pelatnas.
     
  12. Smichz

    Smichz Regular Member

    Joined:
    Nov 28, 2006
    Messages:
    3,385
    Likes Received:
    1
    Occupation:
    Student,Tour guide,Marketer
    Location:
    Beijing,Guilin,K.L & Jakarta
    My condolences!..RIP.Hopefully this can change how PBSI reaction to the chinese indonesian,n start to give some appreciations to the ex players,or at least treat them fairly.
     

Share This Page